Sabtu, 11 April 2015

Etikolegal kebidanan Undang-Undang Aborsi



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ensiklopedia Indonesia memberikan penjelasan bahwa abortus diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram. Tindakan aborsi mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis, dan sosial terutama bila dilakukan tidak aman. (Marmi,2013:220)
Aborsi merupakan salah satu topic yang selalu hangat dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat, di banyak tempat dan di berbagai Negara, baik itu di dalam forum resmi maupun forum-forum non formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah banyak terjadi sejak zaman dahulu, dimana dalam penanganan aborsi, cara-cara yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan protocol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak, baik di kota-kota besar maupun didaerah terpencil. (sipangkar.blogspot.com/2011/03/makalah-aborsi-menurut-hukum-di.html?m=1)
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dojter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan ( abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklerasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani”. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakkan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa “pengucilan” anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya. (id.m.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan)
Angka kejadian aborsi di Indonesia di perkirakan mencapai 2,3 juta pertahun, sekitar 750.000 dilakukan oleh remaja. Program kesehatan reproduksi yang dikembangkan oleh pemerintah tidak hanya untuk yang sudah menikah dan tidak merujuk pada kebutuhan yang terkait dengan informasi seksualitas, edukasi dan penyediaan pelayanan. Bermula dari hubungan seks pranikah atau seks bebas adalah terjadi kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Ada 2 hal yang bias dilakukan oleh remaja, yaitu mempertahankan kehamilan dan mengakhiri kehamilan (aborsi). (Marmi,2013:219)

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pandangan aborsi bila ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia?
2.      Apa saja pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)?
3.      Apa Sanksi Hukum terhadap tindakan aborsi berdasarkan KUHP?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui pandangan tentang aborsi apabila ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia.
2.      Mengetahui dan memahami pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi sesuai dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
3.      Mengetahui sanksi hukum yang akan diterima terhadap tindakan aborsi berdasarkan Undang-undang yang berlaku.



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aborsi

Aborsi adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah (Geri,2011:312). Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bias karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis, dan aborsi yang direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan obat-obatan saja  (jamu, dsb) atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Penghentian kehamilan pada usia dimana janin sedah mampu hidup mandiri di luar rahim ibu (lebih dari 21 minggu usia kehamilan), bukan lagi tindakan aborsi tetapi pembunuhan janin atau infantisida. (www.scribd.com/mobile/doc/56998380?width=320)

B.     Aborsi ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia

Kewajiban umum pasal 7 di Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran berbunyi: “Setiap sokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”, artinya segala perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan, dengan sendirinya dia harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia, ini berarti bahwa baik dari segi agama, UU Negara, maupun etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk menggugurkan kandungan (Abortus Provokatus). Abortus hanya dapat dibenarkan hanya sebagai pengobatan, apabila satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut atau abortus provokatus therapiuticus, seperti juga tercantum dalam Undang-undang tentang Kesehatan No.23 tahun 1992. Keputusan untuk melakukan abortus, sekurang-kurangnya 2 dokter, dan persetujuan tertulis dari isteri, suami dan keluarga terdekat, dan sebaliknya dilakukan di rumah sakit atau sarana kesehatan yang memadai.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hokum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:
a.      Abortus buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Popular juga disebut dengan abortus provokatus therapiuticus, karena alas an yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa atau menyembuhkan si ibu. Abortus atas indikasi medic ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Kita lihat di Negara Indonesia, dimana dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
PASAL 15:
1)      Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2)      Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
a)      Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b)      Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c)      Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d)     Pada sarana kesehatan tertentu.
3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturab Pemerintahan.

Pada penjelasan UU no. 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1), Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alas an apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hokum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2), Butir a: Indikasi media adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan adalah ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3), Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
b.      Abortus buatan illegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provokatus criminalis, keran di dalamnya mengandung unsure criminal atau kejahatan.
Sedangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). (Marmi,2013:223)

C.    Pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi beserta sanksi

1)      PASAL 299
a)      Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
b)      Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika sia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
c)      Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
2)      PASAL 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
3)      PASAL 347
a)      Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b)      Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4)      PASAL 348
a)      Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
b)      Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

5)      PASAL 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat divabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
6)      PASAL 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bias didapat, sarana dan perantara yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Selain KUHP, abortus buatan yang illegal juga diatur dalam
1.      Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (Marmi,2013:225)
2.      Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan:
a)      Pasal 75 menyebutkan :
1.      Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2.      Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan : a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3.      Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana simaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b)      Sedangkan Pasal 76 menyebutkan : Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a.       Sebelum kehamilan 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b.      Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
c.       Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d.      Dengan izin suami, kecuali korban pemerkosaan, dan
e.       Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman pidana empat tahun.
2.      Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati diancam 15 tahun.
3.      Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4.      Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam perakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bias merupakan tindakan illegal yang dibenarkan undang-undang.




DAFTAR PUSTAKA


id.m.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan
Marmi, S.ST., M.Kes., 2013, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Morgan, Geri& Hamilton, Carole. 2011. Obstetri dan ginekologi Panduan Praktis. Jakarta:EGC
sipangkar.blogspot.com/2011/03/makalah-aborsi-menurut-hukum-di.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar