BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ensiklopedia Indonesia
memberikan penjelasan bahwa abortus diartikan sebagai pengakhiran kehamilan
sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram.
Tindakan aborsi mengakibatkan dampak negatif secara fisik, psikis, dan sosial
terutama bila dilakukan tidak aman. (Marmi,2013:220)
Aborsi merupakan salah
satu topic yang selalu hangat dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan
masyarakat, di banyak tempat dan di berbagai Negara, baik itu di dalam forum
resmi maupun forum-forum non formal lainnya. Sebenarnya, masalah ini sudah
banyak terjadi sejak zaman dahulu, dimana dalam penanganan aborsi, cara-cara
yang digunakan meliputi cara-cara yang sesuai dengan protocol medis maupun
cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun dukun beranak,
baik di kota-kota besar maupun didaerah terpencil.
(sipangkar.blogspot.com/2011/03/makalah-aborsi-menurut-hukum-di.html?m=1)
Di Indonesia, baik
menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang
dojter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (
abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan
atas Deklerasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia
akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat
pembuahan.
Dari aspek etika,
Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran
Indonesia mengenai kewajiban umum, pasal 7d: “Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani”. Pada pelaksanaannya,
apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakkan implementasi
etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik masing-masing
RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari
pelanggaran etik ini berupa “pengucilan” anggota dari profesi tersebut dari
kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi
dari komunitasnya. (id.m.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan)
Angka kejadian aborsi
di Indonesia di perkirakan mencapai 2,3 juta pertahun, sekitar 750.000
dilakukan oleh remaja. Program kesehatan reproduksi yang dikembangkan oleh
pemerintah tidak hanya untuk yang sudah menikah dan tidak merujuk pada
kebutuhan yang terkait dengan informasi seksualitas, edukasi dan penyediaan
pelayanan. Bermula dari hubungan seks pranikah atau seks bebas adalah terjadi
kehamilan yang tidak diharapkan (KTD). Ada 2 hal yang bias dilakukan oleh
remaja, yaitu mempertahankan kehamilan dan mengakhiri kehamilan (aborsi).
(Marmi,2013:219)
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pandangan
aborsi bila ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia?
2.
Apa saja
pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)?
3.
Apa Sanksi Hukum
terhadap tindakan aborsi berdasarkan KUHP?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pandangan tentang aborsi apabila ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia.
2.
Mengetahui dan
memahami pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi sesuai dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
3.
Mengetahui
sanksi hukum yang akan diterima terhadap tindakan aborsi berdasarkan
Undang-undang yang berlaku.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aborsi
Aborsi adalah terminasi kehamilan yang
tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah (Geri,2011:312). Aborsi
adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bias karena sang ibu tidak
menghendaki kehamilan itu.
Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi
spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis,
dan aborsi yang direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan obat-obatan
saja (jamu, dsb) atau tindakan bedah,
atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Penghentian
kehamilan pada usia dimana janin sedah mampu hidup mandiri di luar rahim ibu
(lebih dari 21 minggu usia kehamilan), bukan lagi tindakan aborsi tetapi
pembunuhan janin atau infantisida. (www.scribd.com/mobile/doc/56998380?width=320)
B.
Aborsi ditinjau dari Etik Kedokteran Indonesia
Kewajiban umum pasal 7 di Undang-Undang
No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran berbunyi: “Setiap sokter harus
senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”, artinya segala
perbuatan dokter terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kesehatan dan
kebahagiaan, dengan sendirinya dia harus mempertahankan dan memelihara
kehidupan manusia, ini berarti bahwa baik dari segi agama, UU Negara, maupun
etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk menggugurkan
kandungan (Abortus Provokatus). Abortus hanya dapat dibenarkan hanya sebagai
pengobatan, apabila satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut
atau abortus provokatus therapiuticus, seperti juga tercantum dalam
Undang-undang tentang Kesehatan No.23 tahun 1992. Keputusan untuk melakukan
abortus, sekurang-kurangnya 2 dokter, dan persetujuan tertulis dari isteri,
suami dan keluarga terdekat, dan sebaliknya dilakukan di rumah sakit atau
sarana kesehatan yang memadai.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek
hokum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:
a.
Abortus
buatan legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Popular juga disebut
dengan abortus provokatus therapiuticus, karena alas an yang sangat mendasar
untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa atau menyembuhkan si ibu.
Abortus atas indikasi medic ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Kita lihat di Negara Indonesia, dimana dalam undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
PASAL 15:
1) Dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan
medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:
a) Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b) Oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan
sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
c) Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d) Pada
sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturab Pemerintahan.
Pada
penjelasan UU no. 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat
(1),
Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alas an apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hokum, norma agama, norma kesusilaan,
dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan
medis tertentu.
Ayat
(2),
Butir a: Indikasi media adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu
hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat
melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan
wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan. Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan adalah ibu hamil yang
bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau dapat memberikan
persetujuannya, dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d: Sarana
kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat
(3),
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.
b.
Abortus
buatan illegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain
dari pada untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga
yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan
oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus
provokatus criminalis, keran di dalamnya mengandung unsure criminal atau
kejahatan.
Sedangkan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan
yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346
s/d 249). (Marmi,2013:223)
C.
Pasal-pasal yang mengatur tentang aborsi beserta sanksi
1)
PASAL 299
a)
Barang siapa
dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan
diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
b)
Jika yang
bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika sia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
c)
Jika yang
bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
2)
PASAL 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
3)
PASAL 347
a)
Barang siapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
b)
Jika perbuatan
itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
4)
PASAL 348
a)
Barang siapa
dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
b)
Jika perbuatan
tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
5)
PASAL 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat divabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
6)
PASAL 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan
suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau
tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan
tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bias didapat, sarana dan perantara yang
demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Selain KUHP, abortus buatan yang illegal
juga diatur dalam
1.
Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan:
PASAL 80: Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan
medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). (Marmi,2013:225)
2.
Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan:
a)
Pasal 75
menyebutkan :
1.
Setiap orang
dilarang melakukan aborsi.
2.
Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan : a. Indikasi
kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup diluar kandungan;atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
3.
Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana simaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b)
Sedangkan Pasal
76 menyebutkan : Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a.
Sebelum
kehamilan 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b.
Oleh tenaga
kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri
c.
Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d.
Dengan izin
suami, kecuali korban pemerkosaan, dan
e.
Penyedia layanan
kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Seorang wanita
hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam
hukuman pidana empat tahun.
2.
Seseorang yang
sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu
hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati
diancam 15 tahun.
3.
Jika dengan persetujuan
ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut
mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4.
Jika yang
melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut dokter, bidan atau juru
obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
praktek dapat dicabut.
Meskipun dalam KUHP
tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan
abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam
perakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan
alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Dengan demikian jelas
bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat merupakan tindakan kejahatan,
tetapi juga bias merupakan tindakan illegal yang dibenarkan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
id.m.wikipedia.org/wiki/Gugur_kandungan
Marmi, S.ST., M.Kes., 2013, Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Morgan, Geri& Hamilton, Carole. 2011. Obstetri dan ginekologi Panduan Praktis.
Jakarta:EGC
sipangkar.blogspot.com/2011/03/makalah-aborsi-menurut-hukum-di.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar