Senin, 05 Oktober 2015

ASUHAN NEONATUS IKTERUS



MAKALAH
ASUHAN NEONATUS
Ikterus





Disusun kelompok:
Darliyana
Desi Mustika
Indah Rosmawati Dewi
Nurfazila
Qonitah Fatma Aulia
Yana Ika Pratama
Yuliana

IIA-DIII KEBIDANAN

STIKes Mitra Bunda Persada Batam
T.A 2015/2016



KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga makalah ASKEB Nifas mengenai perubahan Sistem Endokrin pada masa nifas dapat kami susun.
Adapun tujuan dan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb Neonatus dengan dosen pengampu Norma Jeepi, M.Kes. Selain itu juga diharapkan bisa memberikan wawasan kepada rekan-rekan  mahasiswa khususnya mahasiswa D3 Kebidanan STIKes Mitra Bunda Persada Batam.
Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu memberi bimbingan, ilmu, dorongan, serta saran-saran kepada penyusun.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian Penyusun sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Penyusun.


                                                 DAFTAR ISI                                                






BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ikterus neonaturum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya eksresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin  2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir. Terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi yaitu karen belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproduksi sritrosit (sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkan bayi kuning.
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. Kejadian ini erbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ni disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengaami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonyugasi tidak terkonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi dan hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mertalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari Ikterus neonatorum ?
2.      Apa saja klasifikasi Ikterus neonatorum ?
3.      Apa kah etiologi dari ikterus neonatorum ?

C.   Tujuan

Mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang Ikterus pada bayi baru lahir

BAB II

ISI

A.    Pengertian

Ikterus adalah warna kuning yang ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-14, tidak disertai tanda dan gejala ikterus patologis (Muslihatun, 2010).
Ikterus adalah keadaan transisional  normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Ikterus adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melampaui batas  kadar yang membahayakan. Tidak mempunyai potensi kern ikterus, tidak menyebabkan morbiditas pada bayi (Saifudin, 2006)
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (dranick, 2010)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi (Muslihatun, 2010)
Ikterus adalah keadaan kulit atau membran mukosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empeda dalam darah dan jaringan tubuh (Tiran, 2006)
Kesimpulan dari pengertian ikterus adalah warna kulit dan membran mukosa berwarna kuning karena kadar bilirubin lebih dari 5 mg/ml, yang timbul pada hari kedua dan ketiga, sampai hari kesepuluh dengan tidak ada tanda-tanda patologis.

B.     Etiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO atau difisiensi enzim GGPD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perarahan tertutup (hematomcepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalan terjadinya hiperbilirubinemia, keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gestroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan polisitemia.

C.    Patofiologi

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian besar dari hem bebas atau dari proes eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Bilirubin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubain IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut ddalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilin, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligondin (protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke retirulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini  timbul berkat adanya enzim gukoromil transferase yang kemudian menghasilakan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang berkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hemotikus kedalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai stertobilin. Dalam usus sebagian diabsorsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terjadi pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ganguan pengambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z terikat oleh amnion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar biliruin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis normal neonatus atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrhepatik. 
Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer, yaitu:
Daerah (lihat gambar)
Luas Ikterus
Kadar Bilirubin
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1 dan badan bagian atas
9
3
Daerah 1,2 dan badan bagian bawah dan tungkai
11
4
Daerah 1,2,3 dan lengan, kaki di bawah lutut
12
5
Daerah 1,2,3,4 dan tangan, kaki
16

Tabel: Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer
Tanda-tanda
Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa hematomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang)
Kategori
Normal
Fisiologik
Patologik
Penilaian
·         Daerah ikterus (rumus Kramer)
·         Kuning hari ke:
·         Kadar bilirubin

1


1-2

≤ 5 mg%
1+2


> 3
5-9 mg%
1 sampai 4


> 3

11-15 mg%
1 sampai 5


> 3

>15-20 mg%
1 sampai 5


> 3

Ø  20
Penganan

Bidan atau Puskesmas
Terus diberi ASI
·         Jemur dimatahari pagi jam 7-9 selama 10 menit
·         Badan bayi telanjang, mata ditutup
·         Terus diberi ASI
·         Banyak minum
·        Rujukke rumah sakit
·         Banyak minum
Rumah Sakit
Sama dengan diatas
Sama dengan diatas
Terapi sinar
Terapi sinar



·  Periksa golongan darah ibu dan bayi
·  Periksa kadar bilirubin

Nasehati bila semakin kuning, kembali

Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam (coomb’s test)
Tukar darah





















Tabel: Penilaian Ikterus

D.    Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat tranfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis ini. Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, ddan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstrulsi empedu warna kuning kulit, kulit tampak kehijauan penilaian.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berat memerlukan penilaian diagnostik lengkap, yang mencakup penilaian bilirubin lanjut direk dan tidak lanjut indirek hemoglobin, hitung lekosit, jalannya darah les kombos dan pemeriksaaan asupan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulakosis dan sediaan asupan memperlihatkan petunjuk adanya hemolosis akibat nomimulogik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, fikrosis kritis, dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes trombos dan bilirubin indirek normal, mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/ml dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/ml 24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar lebih rendah dari 2 mg/ml pada hari ke 5-7 kehidupan.
Hiperbilirubinemia patologis, makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kern ikterus yang tinggi, berhubungan pada kadar bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/ml pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kern ikterus pada kadar lebih rendah.

E.     Klasifikasi

Macam-macam ikterus pada neonatorum, yaitu:
a.     Ikterus Fisiologis
Terutama dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atas pada akhir minggu kedua.
b.     Ikterus Patologik
Ikterus yang patologik timbul segera dalam 24 jam pertama, dengan bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg/ml per hari, kadarnya diatas 10 mg/ml per hari pada bayi matur atau 15 mg% pada hari prematur, dan menetap setelah minggu pertama kelahiran. Selain itu juga ikterus dengan bilirubin langsung diatas 1 mg% setiap waktu. Ikterus seperti ini ada hubungannya dengan hemolitik, infeksi dan sepsis. Ikterus patologik memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
c.     Kern Ikterus
Kern ikterus adalh ikterus berat disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis, kern ikterus biasanya disertai naiknya kadar bilirubin indirek dalam serum. Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin diatas 20 mg/ml sering berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan pada bayi prematur bila melebihi 18 mg. Heperbilirubinemia dapat menimbulkan ansefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi. Untuk terjadinya kern ikterus tergantung pada pola keadaan umum bayi, bila bayi menderita hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia. Pengobatannya adalah dengan tranfusi tukar darah. 
d.     Ikterus Hemolotik
Hal ini dapat disebabkan oleh inkompadibilitas ikterus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-Ph.
e.     Ikterus Obstruksi
Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar bilirubin direk diatas 1 mg kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran empedu. Penanganannya dengan tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.

F.     Komplikasi

Kern ikterus adalah suatu sindrom meurolig yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak. Ikterus berkepanjangan merupakan ikterus yang timbul pada usia diatas 3 minggu.
Terdiri dari ikterus takterkonjugasi yang umum dijumpai, berasal dari ikterus akibat ASI 15% yang mendaatkan ASI, berkurang secara bertahap selama beberapa minggu. Ikterus terkonjugasi (bilirubin total 20%) yang disebabkan oleh atresia biliaris, jarang namun penting untuk diidentifikasi karena keterlambatan diagnosis dapat berpengaruh buruk pada hasil akhir, sindrom hepatitis neonatal. 
Bayi akan mengeluarkan tinja pucat (tidak mengandung sterkobilinogen) dan urin gelap (akibat bilirubin).

G.    Terapi

Tujuan pertama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus atau encefalopoli biliaris serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glioronil tranfersa dengan pemberian obat seperti luminal atau tenoberbital.
Pemberian subtrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin) mengurangi sirkulasi enterofepatik (pemberian kolostramin), terapi sinar atau tranfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi ikterus klinis pada hiperbilirubin inderek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada sinar dalam spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari 420-470 rhm). Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak terkunjugasi yang bersifat tosik menjadi isomer-isomer terkonjugasi juga yang dikeluarkan keempedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang kan diekresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugasi.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadikarena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum mencapai lebih dari sama dengan 5 mg/dl. Disebut hiperbillirubinemia apabila didapatkan kadar billirubin dalam serum > 13 mg/dl.
Ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari kedua sampai ketiga dan menghilang pada hari kesepuluh.
Klasifikasi icterus
1.      Ikterus fisiologis
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya tidah menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus.
2.      Ikterus patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
3.      Ikterus yang disertai
a.       Berat lahir kurang dari 2000 gram
b.      Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c.       Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada neonatus
d.      Infeksi dan Trauma lahir pada kepala

DAFTAR PUSTAKA


Helen, Varney, dkk, Alih Bahasa Mahmudah, Laily dan Trisetyati, Gita. 2008.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume: 2. Jakarta: EGC
Muslihatun, Wati Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC