MAKALAH
ASUHAN NEONATUS
Ikterus
Disusun kelompok:
Darliyana
Desi Mustika
Indah Rosmawati
Dewi
Nurfazila
Qonitah Fatma Aulia
Yana Ika Pratama
Yuliana
IIA-DIII KEBIDANAN
STIKes Mitra Bunda
Persada Batam
T.A 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya,
sehingga makalah ASKEB Nifas mengenai perubahan Sistem Endokrin pada masa nifas
dapat kami susun.
Adapun
tujuan dan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Askeb Neonatus dengan dosen pengampu Norma Jeepi, M.Kes.
Selain itu juga diharapkan bisa memberikan wawasan
kepada rekan-rekan mahasiswa khususnya mahasiswa D3 Kebidanan
STIKes Mitra Bunda Persada Batam.
Dalam
kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu memberi bimbingan, ilmu, dorongan, serta saran-saran kepada penyusun.
Kami
selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian makan ini jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian
Penyusun sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penyusun.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus neonaturum merupakan fenomena biologis yang
timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya eksresi bilirubin selama masa
transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang
dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritrosit pada neonatus
lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi
pada bayi baru lahir. Terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak
sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi yaitu karen belum
matangnya fungsi hati bayi untuk memproduksi sritrosit (sel darah merah). Pada
bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit
harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup untuk melakukan
tugasnya. Sisa pemecahan eritosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang
menyebabkan bayi kuning.
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar
50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. Kejadian ini
erbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu
tertentu. Hal ni disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada
akhir-akhir ini mengaami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan
karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonyugasi tidak
terkonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh
polisitemia, memar, infeksi dan hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama
dalam peningkatan mertalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan
anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Ikterus
neonatorum ?
2.
Apa saja klasifikasi Ikterus
neonatorum ?
3.
Apa kah etiologi dari ikterus
neonatorum ?
C. Tujuan
Mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang Ikterus pada bayi baru lahir
BAB II
ISI
A. Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang ditemukan pada hari
ke-3 sampai ke-14, tidak disertai tanda dan gejala ikterus patologis
(Muslihatun, 2010).
Ikterus adalah keadaan transisional normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada
kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga (Myles, 2009).
Ikterus adalah ikterus yang
timbul pada hari kedua dan ketiga, tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya
tidak melampaui batas kadar yang membahayakan. Tidak mempunyai potensi
kern ikterus, tidak menyebabkan morbiditas pada bayi (Saifudin, 2006)
Ikterus adalah perubahan warna
kulit atau sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (dranick, 2010)
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin
dalam darah lebih dari 5 mg/ml dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya
gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau sistem hematologi
(Muslihatun, 2010)
Ikterus adalah keadaan kulit atau
membran mukosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen
empeda dalam darah dan jaringan tubuh (Tiran, 2006)
Kesimpulan dari pengertian ikterus adalah warna kulit
dan membran mukosa berwarna kuning karena kadar bilirubin lebih dari 5 mg/ml,
yang timbul pada hari kedua dan ketiga, sampai hari kesepuluh dengan tidak ada
tanda-tanda patologis.
B. Etiologi
Hiperbilirubinemia
dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang sering ditemukan
disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatilitas golongan darah ABO
atau difisiensi enzim GGPD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perarahan
tertutup (hematomcepal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas darah
Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalan terjadinya hiperbilirubinemia,
keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gestroenteritis.
Beberapa faktor lain adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia, dan polisitemia.
C. Patofiologi
Bilirubin merupakan
produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar
hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian besar dari
hem bebas atau dari proes eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin
serta beberapa zat lain. Bilirubin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi
bilirubin bebas atau bilirubain IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi
larut ddalam lemak karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membran biologis seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin
bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam
hepar terjadi mekanisme ambilin, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor
membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati,
terjadi persenyawaan dengan ligondin (protein-Y), protein-Z, dan glutation hati
lain yang membawanya ke retirulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim gukoromil transferase
yang kemudian menghasilakan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut
dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian
besar bilirubin yang berkonjugasi ini diekskresikan melalui duktus hemotikus
kedalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari
tinja sebagai stertobilin. Dalam usus sebagian diabsorsi kembali oleh mukosa
usus dan terbentuklah proses enterohepatik.
Sebagian besar
neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena proses fisiologis tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi
hepar.
Peningkatan kadar
bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah
apabila terjadi pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal
ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari
sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Ganguan pengambilan
bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y
dan protein Z terikat oleh amnion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau
keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan
kadar biliruin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar (defisiensi enzim
glukoronil transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis normal neonatus atau sumbatan saluran empedu
ekstra/intrhepatik.
Penilaian
pada bayi baru lahir dengan ikterus menggunakan rumus Kramer, yaitu:
Daerah
(lihat gambar)
|
Luas
Ikterus
|
Kadar
Bilirubin
|
1
|
Kepala
dan leher
|
5
|
2
|
Daerah
1 dan badan bagian atas
|
9
|
3
|
Daerah
1,2 dan badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah
1,2,3 dan lengan, kaki di bawah lutut
|
12
|
5
|
Daerah
1,2,3,4 dan tangan, kaki
|
16
|
Tabel: Penilaian pada bayi baru lahir dengan ikterus
menggunakan rumus Kramer
Tanda-tanda
|
Warna kuning pada kulit dan sklera mata ( tanpa
hematomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang)
|
|||||||||
Kategori
|
Normal
|
Fisiologik
|
Patologik
|
|||||||
Penilaian
|
||||||||||
·
Daerah ikterus
(rumus Kramer)
·
Kuning hari ke:
·
Kadar bilirubin
|
1
1-2
≤ 5 mg%
|
1+2
> 3
5-9 mg%
|
1 sampai 4
> 3
11-15 mg%
|
1 sampai 5
> 3
>15-20 mg%
|
1 sampai 5
> 3
Ø
20
|
|||||
Penganan
|
||||||||||
Bidan atau Puskesmas
|
Terus diberi ASI
|
·
Jemur dimatahari
pagi jam 7-9 selama 10 menit
·
Badan bayi
telanjang, mata ditutup
·
Terus diberi ASI
·
Banyak minum
|
· Rujukke rumah
sakit
·
Banyak minum
|
|||||||
Rumah Sakit
|
Sama dengan diatas
|
Sama dengan diatas
|
Terapi sinar
|
Terapi sinar
|
||||||
·
Periksa golongan
darah ibu dan bayi
·
Periksa kadar
bilirubin
|
||||||||||
Nasehati bila semakin kuning, kembali
|
Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5 mg/jam
(coomb’s test)
|
Tukar darah
|
||||||||
Tabel:
Penilaian Ikterus
D. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat ansteti sebelumnya
sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi.
Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat tranfusi
tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor resiko
kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis ini.
Ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor resiko itu antara lain adalah
kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama
hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes millitus, gawat janin malnutrisi
intrauterin, infeksi intranatal, ddan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera
setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian
bilirubin indirek, kulit terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan
gangguan obstrulsi empedu warna kuning kulit, kulit tampak kehijauan penilaian.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya
ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berat memerlukan penilaian diagnostik
lengkap, yang mencakup penilaian bilirubin lanjut direk dan tidak lanjut
indirek hemoglobin, hitung lekosit, jalannya darah les kombos dan pemeriksaaan
asupan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulakosis dan sediaan asupan
memperlihatkan petunjuk adanya hemolosis akibat nomimulogik. Jika terdapat
hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, fikrosis kritis, dan sepsis. Jika
hitung retikulosit, tes trombos dan bilirubin indirek normal, mungkin terdapat
hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis dalam keadaan normal, kadar
bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/ml dan akan meningkat
dengan kecepatan kurang dari 5 mg/ml 24 jam, dengan demikian ikterus baru
terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan
kadar 5-6 mg/ml untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/ml untuk
selanjutnya menurun sampai kadar lebih rendah dari 2 mg/ml pada hari ke 5-7
kehidupan.
Hiperbilirubinemia patologis, makna hiperbilirubinemia
terletak pada insiden kern ikterus yang tinggi, berhubungan pada kadar
bilirubin serum yang lebih dari 18-20 mg/ml pada bayi aterm. Pada bayi dengan
berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kern ikterus pada kadar lebih
rendah.
E. Klasifikasi
Macam-macam
ikterus pada neonatorum, yaitu:
a. Ikterus Fisiologis
Terutama
dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul
pada hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atas pada akhir minggu
kedua.
b.
Ikterus
Patologik
Ikterus
yang patologik timbul segera dalam 24 jam pertama, dengan bilirubin serum
meningkat lebih dari 5 mg/ml per hari, kadarnya diatas 10 mg/ml per hari pada
bayi matur atau 15 mg% pada hari prematur, dan menetap setelah minggu pertama
kelahiran. Selain itu juga ikterus dengan bilirubin langsung diatas 1 mg%
setiap waktu. Ikterus seperti ini ada hubungannya dengan hemolitik, infeksi dan
sepsis. Ikterus patologik memerlukan penanganan dan perawatan khusus.
c.
Kern
Ikterus
Kern
ikterus adalh ikterus berat disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis,
kern ikterus biasanya disertai naiknya kadar bilirubin indirek dalam serum.
Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin diatas 20 mg/ml sering berkembang
menjadi kern ikterus, sedangkan pada bayi prematur bila melebihi 18 mg.
Heperbilirubinemia dapat menimbulkan ansefalopati dan ini sangat berbahaya bagi
bayi. Untuk terjadinya kern ikterus tergantung pada pola keadaan umum bayi,
bila bayi menderita hipoksia, asidosis, dan hipoglikemia. Pengobatannya adalah
dengan tranfusi tukar darah.
d.
Ikterus
Hemolotik
Hal
ini dapat disebabkan oleh inkompadibilitas ikterus, golongan darah ABO,
golongan darah lain, kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim
G-G-Ph.
e.
Ikterus
Obstruksi
Terjadi
karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibatnya
kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar bilirubin direk diatas
1 mg kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran empedu. Penanganannya dengan
tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan.
F. Komplikasi
Kern ikterus adalah
suatu sindrom meurolig yang timbul sebagai akibat penimbunan efek terkonjugasi
dalam sel-sel otak. Ikterus berkepanjangan merupakan ikterus yang timbul pada
usia diatas 3 minggu.
Terdiri dari ikterus
takterkonjugasi yang umum dijumpai, berasal dari ikterus akibat ASI 15% yang
mendaatkan ASI, berkurang secara bertahap selama beberapa minggu. Ikterus
terkonjugasi (bilirubin total 20%) yang disebabkan oleh atresia biliaris,
jarang namun penting untuk diidentifikasi karena keterlambatan diagnosis dapat
berpengaruh buruk pada hasil akhir, sindrom hepatitis neonatal.
Bayi akan
mengeluarkan tinja pucat (tidak mengandung sterkobilinogen) dan urin gelap
(akibat bilirubin).
G. Terapi
Tujuan pertama
penatalaksanaan ikterus neonatal adalah mengendalikan agar kadar bilirubin
serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kern ikterus atau
encefalopoli biliaris serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut.
Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi
bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan mempercepat proses konjugasi. Hal
ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glioronil tranfersa dengan
pemberian obat seperti luminal atau tenoberbital.
Pemberian subtrat
yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin) mengurangi
sirkulasi enterofepatik (pemberian kolostramin), terapi sinar atau tranfusi
tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi ikterus
klinis pada hiperbilirubin inderek akan berkurang kalau bayi dipaparkan pada
sinar dalam spektrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan
menyerap cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru (mulai dari
420-470 rhm). Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui
fotoisomerasi mengubah bilirubin tak terkunjugasi yang bersifat tosik menjadi
isomer-isomer terkonjugasi juga yang dikeluarkan keempedu dan melalui
otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang
menghasilkan produk-produk pemecahan yang kan diekresikan oleh hati dan ginjal
tanpa memerlukan konjugasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit,
konjungtiva dan mukosa yang terjadikarena peningkatan kadar bilirubin dalam
darah. Klinis ikterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum mencapai lebih
dari sama dengan 5 mg/dl. Disebut hiperbillirubinemia apabila didapatkan kadar
billirubin dalam serum > 13 mg/dl.
Ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi
baru lahir dalam batas normal pada hari kedua sampai ketiga dan menghilang pada
hari kesepuluh.
Klasifikasi
icterus
1. Ikterus fisiologis
Ikterus
baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan
selanjutnya tidah menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi
berkembang menjadi kern-icterus.
2. Ikterus patologis
Adalah
suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
3. Ikterus yang disertai
a. Berat lahir kurang dari 2000 gram
b. Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c. Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada
neonatus
d. Infeksi dan Trauma lahir pada kepala
DAFTAR PUSTAKA
Helen,
Varney, dkk, Alih Bahasa Mahmudah, Laily dan Trisetyati, Gita. 2008.
Buku
Ajar Asuhan Kebidanan,
Volume: 2. Jakarta: EGC
Muslihatun,
Wati Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo,
Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC